Papap Saba Kota

Kamis 20 September 2018, aku mengantar Papap ke bank BJB Bogor untuk memenuhi undangan. PT Taspen sedang mengembangkan sistem otentikasi dengan memanfaatkan teknologi informasi (Biometrik) sebagai pembuktian bahwa penerima pensiun masih hidup.

Papap sudah demensia, ingatannya sudah tidak sesempurna dahulu, kebingungan sepanjang waktu. Senang dan takut ekspresinya sama: berteriak. Di perjalanan, getaran mobil akibat ban menggilas pita kejut saja membuat Papap panik, mobil belok juga membuatnya ketakutan. Pendek kata, perjalanan itu ibarat sport jantung bagi kami. Ini yang kempat kalinya Papap diajak keluar rumah sejak pulang dari opname di rumah sakit Juni lalu, dan yang kedua kalinya kami mengantar Papap.

Tiba di bank, petugas keamanan dengan sigap menawarkan kursi roda lalu membantu Papap masuk ke bank. Ternyata, untuk urusan pembaruan data pensiunan kami harus naik ke lantai dua. Mengingat keadaan Papap, pak dan bu petugas keamanan seakan-akan berebut menolong kami, bahkan bersiap menggotong kursi roda menaiki anak tangga. Setelah meyakinkan petugas bahwa Papap bisa berjalan dengan dipegangi, rombongan kami naik.

Sempat aku berkomentar kepada petugas mengapa pelaksanaan pendataan itu tidak di lantai dasar saja, kasihan kan pensiunan sudah sepuh, banyak yang sudah enggak kuat naik tangga. Semoga besok-besok petugas bank mengalah kepada para pini sepuh ini dan memindahkan pelayanan ke lantai dasar. Biarlah mereka yang masih muda-muda yang turun-naik tangga.

Di dalam ruangan, sudah berkumpul ibu-ibu dan bapak-bapak pensiunan yang menanti giliran direkam datanya. Menimbang kondisi Papap (yang saat itu sudah mulai gelisah), petugas mendahulukan kami. Aku dan perawat memapah Papap sambil mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang kami dahului dan meminta maaf karena telah merepotkan.

Proses perekaman sidik jari dan pengambilan foto berlangsung lancar. Papap tidak melakukan perekaman suara karena jelas-jelas tidak menunjukkan kesanggupan membaca sesuai instruksi.

Usai urusan, tak lupa aku mengucapkan terima kasih kepada para petugas keamanan yang telah membantu. Mereka membalasnya dengan berkata bahwa mengurus orangtua itu besar pahalanya dan ingin kebagian juga. Ah. Aku acap kali lupa perkara itu. Lebih sering teringat betapa aku harus menggarap terjemahan usai subuh sampai larut malam bahkan kadang terpaksa menolak proyek agar bisa meluangkan waktu untuk turut mengurus keperluan orangtua. Ampuni hambamu ini, ya Gusti Allah.

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan komentar